Saturday, October 29, 2011

Mereka ‘Richie Rich’, Kaya di Usia Muda Karena Teknologi

Dunia digital membuka peluang tak terkira. Salah satunya: menjadi triliuner tanpa perlu menunggu rambut beruban terlebih dahulu. Semenjak masih remaja, sejumlah ABG geekkini telah menjadi Richie Rich.
Semua orang tahu, salah satu ikon Richie Rich 2.0 adalah Mark Elliot Zuckerberg, pendiri Facebook. Pemuda yang drop out dari Universitas Harvard dan kini berusia sekitar 27 tahun ini, telah menjadi kaya raya ketika usianya baru menginjak usia 20. Hingga Maret 2011, anak dokter gigi ini ditaksir memiliki kekayaan hingga US$13,5 miliar atau setara Rp121,5 triliun—yang menempatkan dia di daftar orang terkaya ke-19 di Amerika Serikat. Majalah Forbes mentahbiskan dia di posisi ke-52 orang terkaya sejagat. Goldman Sach menaksir Facebook tak kurang bernilai US$50 miliar.
Dan Zuckerberg tak sendiri.

 Robert Nay, pembuat game Bubble Ball



Game gratis ini, tercatat sudah diunduh dua juta lebih orang, hanya dua minggu semenjak diluncurkan. Dengan hitungan-hitungan kasar bahwa untuk setiap game yang diunduh, Apple membayar US$0,99–setara Rp9.000– Nay sudah mengantongi pendapatan sebesar US$2 juta atau Rp18 miliar, sekali lagi, hanya dalam dua pekan.
Seperti diberitakan laman ABC, Nay memulai mengenal dunia programming ketika dia pertama kali membuat halaman web saat dia duduk di bangku kelas tiga SD. Melihat bakat luar biasanya, teman-temannya lalu meminta dia membuat game sendiri.
Perjalanan Bubble Ball dimulai dari riset Nay di sebuah perpustakaan lokal. Di situ, dia menemukan program bernama Ansca Monile’s Corona SDK (Software Development’s Kit), yang membantu dia untuk menyederhanakan proses pemrograman game yang dirancangnya itu.
Selama sebulan lebih, Nay yang sekarang menjadi CEO Nay Games, menghabiskan waktu berjam-jam setiap hari untuk menyelesaikan programnya—total terdiri dari 4.000 baris lebih kode program. Total biaya yang dihabiskannya sekitar US$1.200—berasal dari uang pemberian orangtua Nay, untuk membeli komputer Macintosh dan sejumlah software.
Sukses dengan Bubble Ball, Nay kabarnya sedang mempersiapkan game baru yang lain. Apa game itu, dia masih rapat merahasiakannya.
 Mark Bao, CEO Avecora


Remaja ajaib lain adalah Mark Bao, saat ini berusia 18 tahun dan masih bersekolah di sebuah SMA di Boston, AS. Dalam usia semuda itu, Bao sudah memiliki 11 unit bisnis digital. Tiga di antaranya sudah berhasil dia jual.
Bao kini menjabat sebagai CEO Avecora, sebuah perusahaan yang dia gambarkan bertujuan untuk “mengubah secara fundamental cara kita berkomunikasi dan memfasilitasi interkoneksi antar semua orang dan perangkat komunikasi.” Jaringan global ini rencananya akan dia luncurkan pada 2013. Selain itu, dia juga memiliki beberapa proyek startup lain seperti Genevine, Supportbreeze, dan Classleaf.
Tidak hanya itu, berpendirian bahwa “berkontribusi balik kepada masyarakat melalui mekanisme nonprofit adalah sesuatu yang sangat penting untuk saya”, Bao mendirikan organisasi nonprofit, Genevine Foundation dan The Center for Ethical Business.
“Saya bergerak cepat. Saya ambisius. Saya hadir untuk membawa perubahan,” begitu Bao mendeskripsikan dirinya.
Dalam sebuah wawancara dengan juniorbiz.com, Bao mengatakan cita-citanya adalah mengumpulkan kekayaan hingga US$10 miliar atau Rp90 triliun. Dari jumlah itu, 80 persen akan dia sumbangkan kepada organisasi nonprofit di bidang penelitian dan bantuan kemanusian. “Adapun 5 persen lainnya akan digunakan untuk membantu perusahaan startup untuk tumbuh,” ucap Bao.
Bao—seorang imigran China—mulai menjadi teknopreneur sejak dia duduk di bangku kelas 5 SD. Menggunakan Visual Basic 6.0 dia menulis sebuah aplikasi sederhana untuk mengatur jadwal membuat PR dan membantu dia menulis makalah. Dia lalu mengkopi program itu ke disket dan menjualnya ke teman-teman sekolah.
Startup pertama dia diluncurkan di tahun pertamanya di SMA. Namanya Debateware.com. Ini adalah system manajemen even untuk organisasi debat. Bao dan partner bisnisnya berhasil menjual program ini ke sebuah organisasi debat terbesar di AS.
Adam Horwitz, pembuat Mobile Monopoly
Daftar Richie Rich tak bakal komplit tanpa memasukkan nama Adam Horwitz. Seperti ditulis juniorbiz.com, Horwitz memulai petualangan digitalnya ketika dia masih duduk di bangku kelas satu SMA di Pacific Palisades, saat berumur 15 tahun. Ketika itu ia membuat sebuah blog gosip gila-gilaan tentang teman-teman sekolahnya. Para orangtua yang was-was dengan dampaknya, memaksa dia menutup blog ini.
Horwitz lalu membuat Urban Stomp. Ini website
Daftar Richie Rich tak bakal komplit tanpa memasukkan nama Adam Horwitz. Seperti ditulis juniorbiz.com, Horwitz memulai petualangan digitalnya ketika dia masih duduk di bangku kelas satu SMA di Pacific Palisades, saat berumur 15 tahun. Ketika itu ia membuat sebuah blog gosip gila-gilaan tentang teman-teman sekolahnya. Para orangtua yang was-was dengan dampaknya, memaksa dia menutup blog ini.
Horwitz lalu membuat Urban Stomp. Ini website yang menampilkan berbagai acara musik dan lokasi pesta di sekitar wilayah tersebut. Urban Stomp pernah berhasil mendatangkan 800 orang di sebuah pesta. Entah kenapa, dia memutuskan untuk menutupnya setelah beroperasi beberapa pekan.
Horwitz kini menjalankan perusahaan yang bertujuan mengajari remaja berumur 15 tahun ke atas untuk mencari uang online. Dia meluncurkan Mobile Monopoly dan Cell Phone Treasure, di mana masing-masing telah menghasilkan US$100 ribu atau sekitar Rp900 juta. Selain itu, dia juga sedang membangun satu platform baru, yang dinamainya Dude I Hate My Job. Ke mana-mana, ABG ini melesat dengan sedan mengkilat Audi A5 2010.
Dalam sebuah wawancana dengan juniorbiz, Horwitz mengatakan pebisnis muda seringkali menemui hambatan berupa stereotip dari masyarakat. “Orang pada awalnya tidak percaya pada saya. Teman-teman saya juga selalu beranggapan kamu tidak bisa berbisnis pada usia dini,” katanya.
Padahal, kata dia, berbisnis mulai usia muda punya banyak keuntungan. Salah satunya adalah tidak harus membayar pajak karena masih tinggal bersama orangtua.
“JIka kamu seorang entrepreneur muda dan sedang berusaha membangun bisnis online raksasa, jangan pernah berpikir kamu tidak bisa mewujudkannya,” Horwitz berpesan. “Dengan Internet, kamu bisa melakukan hamper apa saja.
(dikutip dari: www.beritaunik.com)

Unik, Konvoi Ulat Bulu Menyeberang Jalan

 136 ulat membuat garis tunggal dan menggeliat di atas jalan, dihubungkan oleh sebuah benang sutera tipis yang mengatur jalur mereka. Dan keselamatan mereka terjamin oleh pengendara mobil, yang berhenti selama 20 menit menunggu konvoi ulat bulu selesai menyeberang.
Tontonan itu berhasil ditangkap kamera oleh wisatawan Inggris Jamie Rooney, yang mengunjungi Taman Nasional Kruger yang terkenal di Afrika Selatan. Jamie, dari High Wycombe, Bucks, berada di Jeep penuh wisatawan ketika sopir mereka membanting rem hanya beberapa inci dari konvoi ulat yang berjalan merangkak itu.
Jamie, 38, yang bekerja di situs penjualan, mengatakan: “Ini adalah suatu pemandangan yang luar biasa. Kami mengemudi di Kruger National Park untuk safari, ketika tiba-tiba sopir berteriak dan menginjak rem-nya.Dia berhasil berhenti tepat pada waktunya di depan konvoi ulat bulu ini, yang membentang di seberang jalan.”
Konservasi adalah kesepakatan besar di Afrika Selatan yang isinya jika ada makhluk hidup di jalan Anda harus menunggu dengan sabar sampai mereka lewat dengan selamat di seberang. “Kami keluar untuk melihat lebih dekat sebanyak 136 ulat berkonvoi, semua bergerak bersama-sama melintasi rel.
“Mereka mengikuti benang sutra yang sangat tipis di tanah dan perlu waktu sekitar 20 menit untuk sampai di seberang jalan dengan aman.” “kami belum pernah melihatnya sebelumnya, tapi ia mendengar tentang hal itu dan menjelaskan bahwa mereka bermigrasi ke dalam semak semak di mana mereka akan bubar.”
Ini seperti migrasi massal hewan besar seperti rusa kutub, tetapi pada skala yang berbeda dan lebih lambat. Ketika mereka tiba di hutan, mereka berubah menjadi kepompong lalu kupu-kupu. “Ini suatu pemandangan yang Langka, ini adalah kegembiraan mutlak untuk menonton dan pengalaman besar untuk bisa turun dekat dan melihat mereka. “ 
(dikutip dari: www.beritaunik.com)

Sisi Gelap Dunia Kedokteran Modern

Realitas mungkin mengejutkan kita. Sebuah penelitian besar dari Lembaga Pengobatan Amerika Serikat tahun 2007 memperkirakan bahwa “kurang dari separuh” prosedur yang dilakukan dokter dan keputusannya mengenai pembedahan, resep obat dan pemeriksaan merupakan keputusan yang pasti dan efektif. Lebih dari separuh merupakan kombinasi dari tebakan, teori dan tradisi, dengan pengaruh kuat dari well, kapitalis. Yup, kita sudah akrab dengan faktor yang satu ini. Mengenai betapa mahalnya harga sewa kamar semalam atau harga obat.
Dokter sering kali sama butanya dengan pasien mereka saat mereka mencoba memberikan resep obat, melakukan pembedahan atau pemberian implan. FDA (Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika) hanya mengatur obat, alat dan prosedur pemeriksaan, namun ia tidak mengendalikan bagaimana dokter harus menggunakannya dan tidak punya kendali sama sekali pada operasi pembedahan. Kurangnya pengawasan ini berakibat pada kurangnya pengetahuan dokter mengenai efek samping, bahkan dari produk atau prosedur yang telah digunakan bertahun-tahun. Bila sebuah produk baru datang, katakanlah obat jenis baru dan penjualnya menyebutnya obat anti tuberkulosis, dokter kemungkinan kecil tahu perbedaan antara benar atau tidaknya klaim tersebut.
Lambang Kedokteran
Akibatnya, dilaporkan lebih dari 770 ribu orang per tahun di Amerika Serikat mengalami cedera atau kematian karena komplikasi obat, efek samping tak terduga dan akibat lain yang semestinya dapat dihindari bila penelitian yang hati-hati dilakukan sebelum obat tersebut diberikan.
Pengaruh Kapitalisme
Studi tahun 2002 dalam Journal of the American Medical Association (JAMA) mengungkapkan kalau 87 persen penulis panduan obat mendapatkan pendanaan dari industri dan 59 persen di bayar oleh perusahaan obat yang berkaitan dengan panduan obat yang mereka tulis. Lebih baru lagi, ditemukan kalau obat Avandia yang berfungsi mengobati diabetes ternyata memiliki efek samping peningkatan resiko serangan jantung. Kenapa obat ini bisa lolos. Ternyata kemungkinan para penulis artikel jurnal ilmiah medis yang mendukung efektivitas obat ini didanai oleh perusahaan obat tersebut tiga hingga enam kali lipat lebih banyak dari ilmuan yang netral murni dari Universitas.
Dalam pembedahan juga demikian. Ambil contoh pembersihan karotid di arteri. Penelitian menunjukkan kalau teknik carotid endarterectomy berhasil mengurangi resiko stroke sekitar 1 hingga 5 persen dalam lima tahun. Walau begitu, justru hasil pembedahannya sendiri mampu meningkatkan resiko stroke, serangan jantung dan kematian sebesar 3 persen. Teknik bedah yang diajukan sebagai pengganti, stenting, malah harus di hentikan karena membunuh pasien sebagai mana dilaporkan dalam studi di Perancis tahun 2006 yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine. Studi lain juga menemukan kalau 4.7 persen pasien mengalami stroke atau kematian dalam empat tahun setelah pembedahan endarterectomy, dibandingkan dengan 6.4 persen mereka yang dibedah dengan teknik stenting.
Peran ekonomi sangat kuat. Para ilmuan farmasi yang bekerja di perusahaan obat mungkin tahu kalau obat yang mereka rancang ternyata tidak efektif atau memiliki efek samping fatal. Namun eksekutif perusahaan tidak mau tahu. Mereka mengintimidasi dan memaksa para ilmuan mengganti penafsirannya. Kasus yang mencuat ke permukaan dicontohkan pada kasus Mary E Money, seorang internis dari Hagerstown, Marylan. Ia sadar kalau beberapa pasiennya yang dirawatnya mengalami gejala gagal jantung. Ia meneliti dan menemukan penyebabnya, yaitu Avandia. Segera beliau menghubungi perusahaan produsen obat tersebut untuk memperingatkan hal ini. Perusahaan tersebut kemudian mengirim surat ke Kepala Rumah Sakit tempat Mary bekerja untuk memaksa Mary tutup mulut. Mary merasa sangat terintimidasi dan mencoba mempublikasikan hasil penelitiannya ke jurnal ilmiah. Namun ia tidak mendapatkan dukungan dari teman penelitinya sendiri.
Kasus Mary mencerminkan puncak dari sebuah gunung es. Sangat mudah bagi dokter untuk mengabaikan atau melewatkan bukti, khususnya bila perusahaan obat atau alat medis menggunakan teknik pemasaran yang agresif untuk menangkal laporan yang dapat merusak pasaran. Tahun 2002, JAMA melaporkan hasil sebuah studi besar yang disebut ALLHAT, atau Antihypertensive and Lipid Lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial. Penelitian ini memeriksa obat-obatan yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Hasilnya mengejutkan, obat diuretik generik yang murah sama efektifnya dalam mengendalikan tekanan darah dan mencegah serangan jantung dibandingkan obat yang mahal dan bermerk.
Dokter itu Sendiri
Halangan lain datang dari dokter sendiri. Seorang dokter bukanlah seorang yang super jenius, mampu menghapal setumpuk ensiklopedia nama ilmiah anggota tubuh atau penyakit, gejala, diagnosis dan segala jenis obat dari sisi kimiawi, biologi dan fisikanya. Kepala mereka bisa meledak, sementara waktu terus menekan. Harga diri juga kadang bermain. Takut dibilang dokter yang tidak percaya diri karena melihat buku dan meminta waktu lama pada pasien. Kadang justru pasien malah ragu dengan dokter yang demikian, padahal ini jauh lebih baik dari pada semata menebak, berteori dan meneruskan tradisi pemberian obat. Alhasil, kadang pasien diberikan setumpuk obat yang kegunaannya bermacam-macam, padahal untuk menutupi ketidak tahuan sang dokter tentang penyakit yang diderita sang pasien.
Michael Wilkes, wakil dekan Pendidikan di Universitas California di Davis mengeluhkan kalau sebagian besar mahasiswa kedokteran tidak diajarkan cara berpikir kritis. Diantara yang sedikit ini adalah David Newman dari Mount Sinai. Ia terkejut saat masuk kuliah kedokteran saat ia bertanya pada seniornya, ternyata para seniornya yang telah bertahun-tahun menjadi dokter, memberikan jawaban yang semata berbentuk opini tanpa basis fakta.
Adanya kondisi ilmiah ini membuat studi kedokteran yang menggunakan metode meta analisis tampaknya merupakan metode yang tidak berguna. Studi meta analisis pada dasarnya adalah studi yang meninjau sebanyak mungkin studi, artinya ia sebuah Tinjauan Literatur belaka. Apa jadinya jika seorang ilmuan kedokteran dengan berbekal penelitian meta analisis mengklaim kalau mayoritas penelitian menunjukkan tidak adanya efek samping suatu obat, padahal kenyataannya ada efek samping yang fatal.
Solusi
Solusi masalah ini terang benderang. Harus dilakukan reformasi kebijakan kesehatan dan pendidikan praktisi kesehatan. Calon dokter, perawat dan yang terkait harus diajarkan cara berpikir kritis dan menerapkannya dalam hidup sehari-hari. Pendanaan penelitian obat harus berada di tangan Universitas dan netral dari campur tangan perusahaan farmasi. Solusi lain dapat menyusul, seperti peradilan malpraktek dan sebagainya, tapi pendidikan dan kebijakan adalah dua hal yang paling penting.
Bagi kita para awam, hal ini tampaknya mimpi buruk abad pertengahan yang bangkit kembali. Apa bedanya dokter dengan dukun kalau begitu? Well, tetap ada bedanya. Yang kita perlu adalah kebijaksanaan dan kemampuan berpikir kritis. Obat tradisional mungkin lebih manjur, tapi kita perlu bukti. Obat yang lebih mahal mungkin lebih manjur, tapi kita juga perlu bukti. Mungkin cukup bijak bagi saya untuk ke Puskesmas terlebih dahulu sebelum ke dokter. Di Puskesmas murah meriah dan seperti dalam penelitian di Amerika Serikat tadi, obat generik ternyata sama efektifnya dengan obat mahal.
Walau bagaimana pun, gambaran di atas adalah kondisi yang terjadi di Amerika Serikat. Mengenai Indonesia? Mungkin lebih baik, mungkin juga lebih buruk. Bagi anda yang menyimpulkan kalau Indonesia lebih buruk, terutama karena “Hei, negara maju seperti Amerika saja masih seperti itu, apalagi kita” maka anda harus berhati-hati.
Mungkin saran dari Sheldon Lipshutz, M.D, dokter yang berpengalaman lebih dari 40 tahun dapat berguna untuk anda. Sebelum anda memutuskan untuk menemui dokter, anda harus :
1. Memikirkan secara kritis keputusan tersebut, terutama akibatnya sebelum, saat, dan sesudah perawatan
2. Ingatlah kalau dokter tidak selalu benar
3. Rasa sakit adalah tanda bagian tubuh ada yang salah, karena itu kenali jenis-jenis penyakit
4. Bersiap-siaplah dengan kemungkinan terburuk
5. Buatlah rencana kesehatan dan periksa secara kritis alternatif lain selain dokter
6. Bekerja samalah dengan dokter bila memang jadi berkunjung ke dokter, karena diagnosa hanya dapat berhasil bila anda mau berterus terang dan bekerja sama
7. Setiap konsumsi obat memiliki pengaruh. Karenanya kenali obat anda
8. Anda harus lebih hati-hati lagi bila anda wanita
9. Dan anda juga harus memberi perhatian lebih pada anak-anak dan manula
10. Kenali tubuh anda sendiri

Sumber: Danish56